Bahasa Jawa Akan Seperti Bahasa Latin?



Hmmm, aku bukan ahli bahasa tapi aku mencoba sedikit membahas ini.


Di sebuah kota yang terkenal kental akan budayanya, orangnya yang peramah, halus perangainya, sekaligus juga kota pelajar, seorang siswa SMP menaiki sebuah bus umum berwarna kuning. Di sebelahnya duduklah seorang nenek-nenek tua yang merupakan pedagang yang usai belanja di pasar yang populer di sana.

"Ajeng mandap pundi, Mbak?" tanya nenek di sebelahnya. Siswa SMP itu pun bermukanyengoh.  Ndomblong. Melongo.

"Heee, maksudnya? Artinya apa mbah?" tanya siswa itu kepada nenek. Sayang neneknya tak menjawabnya. Percakapan pun selesai.

Baru sampai rumah si siswa SMP bertanya pada orang rumah apa arti kalimat yang ditanya nenek tadi. Itu pun si siswa agak nggak yakin dengan kalimatnya. Akhirnya si siswa itu tahu kalau maksud neneknya tadi mau tanya kepadanya ia mau turun di mana.

Si siswa itu aku.

Banyak situasi di mana aku kesusahan dengan masalah bahasa daerah. Percakapan dengan orang Jawa, istilah-istilah Bahasa Jawa yang aneh-aneh, pidato Bahasa Jawa dalam prosesi pernikahan, dan paling parah aku sering dapat nol dalam pelajaran Bahasa Jawa, apalagi bagian paribasan (peribahasa), parikan, dan istilah kayak nama buah, nama anak hewan. Ah, mumeti!

Aku dibesarkan di Jakarta dan yeah orangtuaku tentu saja berbahasa Jawa dengan satu sama lainnya (maksudku bapak dan ibuku), tapi kecenderungannya, dengan anaknya tidak. Sampai aku menganalisa sendiri kalau Bahasa Jawa itu pokoke akhirannya -o aja. Ibuku masih geli inget aku waktu kecil bilang, "Aku ketowo-ketowo." Maksudnya, ketawa-ketawa.

Lalu, aku pindah ke Jogja dan aku rasa karena lingkungan juga, orangtuaku lebih 'njawakke' (membahasajawakan) anaknya. So, sejak itu a little-little I can lah ya Boso Jowo. Aku jadi tahu banyak nyanyian Bahasa Jawa macam Sluku-Sluku Bathok, Kodok Ngorek, Kidang Talun, atau Cublak-Cublak Suweng.

Dan sekarang, aku banyak melihat anak-anak sudah tak bisa berbahasa daerah karena orangtuanya tak mengajarkan. Bahkan di kota yang terkenal akan budayanya, hmmm. Aku nggak tahu apakah karena sudah ada bahasa persatuan atau bukan. Tapi alasan aneh yang pernah kudengar ialah, takut salah. Daripada salah unggah-ungguh atau nggak sopan karena salah ucap sama orang sepuh, mendingan pakai Bahasa Indonesia. Jadi kebanyakan sih yang tersisa cuma dialeknya aja...

Aku nggak tahu lah, wong aku yo bisa Bahasa Jawa mung ngunu-ngunu thok (cuma gitu-gitu aja), sama part misuhannya. *eh*

Yang terlintas di dahiku ialah, apakah Bahasa Jawa akan jadi semacam Bahasa Latin di dunia sekarang? Semacam Bahasa Portugis di Macau? Atau semacam Bahasa Sansekerta di Indonesia? 

Bahasa Latin digunakan untuk dunia pendidikan, liturgi dalam peribadatan gereja, menamakan istilah biologi lah, dan lain-lain. Bahasa Portugis di Macau menjadi salah satu bahasa resmi di sana, kenyataannya jarang warga sana yang bisa berbahasa Portugis. Bahasa Sansekerta yaaa semacam Bahasa Latin di Indonesia gitu lah.

Bahasa-bahasa itu seakan-akan menjadi bahasa yang punah, dead language, namun kenyataannya masih digunakan sebagai written language. Yang terjadi ialahpseudoextinction, hilang namun semu hilangnya. Mungkin itu semacam takdir bahasa yang membuat bahasa nantinya berkembang, namun ada yang hilang. Mati satu, ada yang tumbuh. Gitu dehhh...

Sepertinya juga nggak cuma Bahasa Jawa, namun juga bahasa daerah lainnya. Aku nggak tahu deh kapan Bahasa Jawa bakal tidak lagi menjadi spoken language, trus nanti yang bisa Bahasa Jawa cuma penggiat seni macam sinden atau dalang dan semacamnya. Hehehe, liat saja deh nanti.

Aku sendiri? Aku susah bicara bahasa Jawa sama orang yang nggak dekat denganku. Denger orang ngomong Jawa pun kadang masih suka melongo. Dan aku cuma bisa ngoko thok. Krama nyerah. Untung nenekku gak masalah kalau bicara sama beliau pake bahasa kasar... wong dia juga nggak bisa krama, xixixi. Dan aku pun kan nggak tahu bakal punya anak apa enggak, jadi nggak tahu deh bakal ngajarin Bahasa Jawa apa nggak.

Aku suka kalau aku tahu istilah-istilah Bahasa Jawa yang aneh-aneh. Macam tuna (rugi),ledhis (bau kecut), mak jegagik (tiba-tiba mengagetkan), mak plendhus (tiba-tiba menciut), banyak deh. Dan kadang aku suka pakai istilah yang gimana gitu, dan sering banget orang yang aku ajak ngomong bilang, "Weh... udah lama nggak dengar kata itu..."

Yaaaa, entah kapan kata-kata itu akan menghilang...


Sumber : SITTIRASUNA

0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More